Panasnya matahari tak sepanas hati Imah utnuk bertemu dengan Bundanya. Meski banyak kertas-kertas diatas meja kerja yang harus diselesaikan, tidak menghentikan langkah kaki imah untuk pulang hari itu. Sebetulnya meski kaki memaksa melangkah untuk pulang tapi tidak dengan hati Imah untuk pulang. Masih sakit rasanya mengingat kejadian setelah pulang terakhri kalinya. Imah pulang untuk menghadiri pesta pernikahan tetangga Imah. Tidak banyak tetangga Imah yang mengenali Imah, mereka menganggap Imah adalah Umi adik kandung Imah yang memiliki wajah mirip dengan Imah. Itulah mengapa Imah selalu tidak nyaman berada di kampung halamannya.
Sejak kelas 1 SMP Imah hidup di Panti Asuhan, karena keadaan keluarganya yang tidak memungkinkan Imah untuk melanjutkan sekolah. Demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi Imah rela jauh dari keluarganya, untuk usia Imah yang baru kelas 1 SMP sangatlah berap harus hidup dalam pengasuhan orang lain, sedang orang tua mereka masih hidup. Keberanian, tekad dan semangat Imahlah yang membuat Imah tetap bertahan hingga lulus D3 Teknik Informatika.
Bagi Imah gelar diploma tidaklah ada artinya dibandingkan dengan harus kehilangan keluarganya. Kehilangan dan kehilangan kasih sayang. Terkadang Imah merasa iri kepada adiknya 'Umi', Bukanlah materi yang membuat iri kepada Umi, melainkan saat memasuki tahun ajaran baru Umi dapat mencium tangan Bunda saat berangkat sekolah tetapi tidak dengan Imah, berangkat sekolah harus mencium tangan orang lain yang dianggapnya sebagai Ibu pengganti Bunda. Saat Ujian Nasional Imah ingin sekali disamping bundanya untuk menemani belajarnya.
Suatu ketika saat penerimaan rapot ditingkat SMP Imah ingin membuat Bundanya tersenyum, Imah ingin Bundanya menghadiri pertemuan wali murid tersebut, tapi apa yang didapatkan oleh Imah, Setelah Imah meneteskan air mata di depan Bunda, Bunda baru mau datang.
Imah : "Bunda besok datang ya ke sekolah Imah, besok Imah perpisahan."
Bunda : "Emangnya Bapak asuh kamu gak bisa datang? besok juga ada wali murid an di sekolah Umi"
Hati Imah terasa teriris mendengar jawaban dari Bundanya. Dengan bernafas panjang Imah menahan tangis.
Imah : "Datang juga Bunda, tapi Imah pengen Bunda yang dateng?"
Bunda: "Bunda gak ada yang nganter ke sekolah Imah?"
Dengan mata berkaca-kaca Imah menjawab: "Sebenarnya Bunda mau datang apa nggak, Imahkan juga anak Bunda bukan Umi aja!, kalau Bunda mau datang besok Imah jemput naek sepeda gakpapa Imah sanggup."
Pagi- pagi sekali dari Panti Imah mengayuh sepeda dengan sekuat tenaga dan berharap Bunda bersedia menghadiri perpisahan Imah menuju rumah Imah yang berjarak sekitar 4km. Sedangkan jarak rumah Imah menuju sekolah sekitar 4 km.
Tak sia-sia pengorbanan Imah. Akhirnya Bunda mau datang juga. Sepeda yang dikayuh semula terasa berat menjadi ringan meski beban bertambah 1 orang wanita dewasa.
Imah mersa senang karena tidak hanya Bundanya saja tetapi juga Bapak asuhnya yang datang dalam acara perpisahan. Acara demi acara telah dilalui tiba saatnya pengumuman siapa-siapa saja yang menjadi siswa berprestasi. Mereka menyebutkan nama siswa beserta walinya, setiap kali nama Imah terpanggil membuat Bunda Imah meneteskan air mata bahagia. Bunda terharu karena setiap kali dipanggil nam Imah terpanggil pula nama suaminya yang tidak pernah peduli dengan keadaan keluarganya.
Imah : "Bunda makasih udah mau datang ke Sekolah Imah, ini semua hadiah buat Bunda, itulah mengapa Imah paksa Bunda datang ke Sekolah Imah, Imah sudah tahu dari wali kelas Imah kalu Imah mendapat juara 1 Nilai Raport kelas pararel, juara 1 nilai UAS kelas pararel dan juara 2 nilai UN kelas pararel. Imah nggak pernah minta apa-apa dari Bunda, Imah hanya ingin Bunda lebih memerhatikan Imah seperti Bunda memerhatikan Umi, meskipun Imah jauh dari Bunda tapi Imah selalu berdo'a untuk Bunda, setiap mau belajar Imah Ingat Bunda, mau berangkat sekolahpun Imah cuma bisa mengingat Bunda padahal Imah Ingin sekali cium tangan Bunda setiap mau berangkat ke Sekolah. Bunda Imah sayang Bunda."
Merekapun berpelukan dengan berlinangan air mata bahagia.
Imah : "Bunda, Aku tahu Bunda memasukkan aku ke dalam Panti Asuhan karena Bunda sayang sama Imah, Bunda Ingin Imah jadi orang yang sukses, orang yang berpendidikan, Bunda pengen lihat Imah pake baju toga suatu saat nanti. Aku tahu itu Bunda."
Mengingat kejadian itu, Imah merasa harus menepati janjinya untuk pulang bertemu dengan Bundanya. Bagi Imah baju toga bukanlah akhir dari pendidikan. Masih banyak pendidikan-pendidikan dan pembelajaran dalam hidup ini. Hidup di Panti Asuhan bukanlah suatu hal yang harus di kasihani, diremehkan ataupun juga dikucilkan. Karena mereka punya hak yang sama yaitu kasih sayang, perhatian dari orang-orang yang disayangi dan dicintainya. Hanya saja mereka ditempat yang berbeda, tempat yang lebih mengajarkan pada mereka untuk menjadi pribadi yang lebih tegar, mandiri dan siap memimpin dunia. Dengan kasih sayang dari sesorang Ibu atau Bapak pengasuh sebagai ganti orang tua yang jauh dari mereka. Menjadi seorang pengasuh diusia muda, adalah sebuah pembelajaran bagi Imah.
Sejak kelas 1 SMP Imah hidup di Panti Asuhan, karena keadaan keluarganya yang tidak memungkinkan Imah untuk melanjutkan sekolah. Demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi Imah rela jauh dari keluarganya, untuk usia Imah yang baru kelas 1 SMP sangatlah berap harus hidup dalam pengasuhan orang lain, sedang orang tua mereka masih hidup. Keberanian, tekad dan semangat Imahlah yang membuat Imah tetap bertahan hingga lulus D3 Teknik Informatika.
Bagi Imah gelar diploma tidaklah ada artinya dibandingkan dengan harus kehilangan keluarganya. Kehilangan dan kehilangan kasih sayang. Terkadang Imah merasa iri kepada adiknya 'Umi', Bukanlah materi yang membuat iri kepada Umi, melainkan saat memasuki tahun ajaran baru Umi dapat mencium tangan Bunda saat berangkat sekolah tetapi tidak dengan Imah, berangkat sekolah harus mencium tangan orang lain yang dianggapnya sebagai Ibu pengganti Bunda. Saat Ujian Nasional Imah ingin sekali disamping bundanya untuk menemani belajarnya.
Suatu ketika saat penerimaan rapot ditingkat SMP Imah ingin membuat Bundanya tersenyum, Imah ingin Bundanya menghadiri pertemuan wali murid tersebut, tapi apa yang didapatkan oleh Imah, Setelah Imah meneteskan air mata di depan Bunda, Bunda baru mau datang.
Imah : "Bunda besok datang ya ke sekolah Imah, besok Imah perpisahan."
Bunda : "Emangnya Bapak asuh kamu gak bisa datang? besok juga ada wali murid an di sekolah Umi"
Hati Imah terasa teriris mendengar jawaban dari Bundanya. Dengan bernafas panjang Imah menahan tangis.
Imah : "Datang juga Bunda, tapi Imah pengen Bunda yang dateng?"
Bunda: "Bunda gak ada yang nganter ke sekolah Imah?"
Dengan mata berkaca-kaca Imah menjawab: "Sebenarnya Bunda mau datang apa nggak, Imahkan juga anak Bunda bukan Umi aja!, kalau Bunda mau datang besok Imah jemput naek sepeda gakpapa Imah sanggup."
Pagi- pagi sekali dari Panti Imah mengayuh sepeda dengan sekuat tenaga dan berharap Bunda bersedia menghadiri perpisahan Imah menuju rumah Imah yang berjarak sekitar 4km. Sedangkan jarak rumah Imah menuju sekolah sekitar 4 km.
Tak sia-sia pengorbanan Imah. Akhirnya Bunda mau datang juga. Sepeda yang dikayuh semula terasa berat menjadi ringan meski beban bertambah 1 orang wanita dewasa.
Imah mersa senang karena tidak hanya Bundanya saja tetapi juga Bapak asuhnya yang datang dalam acara perpisahan. Acara demi acara telah dilalui tiba saatnya pengumuman siapa-siapa saja yang menjadi siswa berprestasi. Mereka menyebutkan nama siswa beserta walinya, setiap kali nama Imah terpanggil membuat Bunda Imah meneteskan air mata bahagia. Bunda terharu karena setiap kali dipanggil nam Imah terpanggil pula nama suaminya yang tidak pernah peduli dengan keadaan keluarganya.
Imah : "Bunda makasih udah mau datang ke Sekolah Imah, ini semua hadiah buat Bunda, itulah mengapa Imah paksa Bunda datang ke Sekolah Imah, Imah sudah tahu dari wali kelas Imah kalu Imah mendapat juara 1 Nilai Raport kelas pararel, juara 1 nilai UAS kelas pararel dan juara 2 nilai UN kelas pararel. Imah nggak pernah minta apa-apa dari Bunda, Imah hanya ingin Bunda lebih memerhatikan Imah seperti Bunda memerhatikan Umi, meskipun Imah jauh dari Bunda tapi Imah selalu berdo'a untuk Bunda, setiap mau belajar Imah Ingat Bunda, mau berangkat sekolahpun Imah cuma bisa mengingat Bunda padahal Imah Ingin sekali cium tangan Bunda setiap mau berangkat ke Sekolah. Bunda Imah sayang Bunda."
Merekapun berpelukan dengan berlinangan air mata bahagia.
Imah : "Bunda, Aku tahu Bunda memasukkan aku ke dalam Panti Asuhan karena Bunda sayang sama Imah, Bunda Ingin Imah jadi orang yang sukses, orang yang berpendidikan, Bunda pengen lihat Imah pake baju toga suatu saat nanti. Aku tahu itu Bunda."
Mengingat kejadian itu, Imah merasa harus menepati janjinya untuk pulang bertemu dengan Bundanya. Bagi Imah baju toga bukanlah akhir dari pendidikan. Masih banyak pendidikan-pendidikan dan pembelajaran dalam hidup ini. Hidup di Panti Asuhan bukanlah suatu hal yang harus di kasihani, diremehkan ataupun juga dikucilkan. Karena mereka punya hak yang sama yaitu kasih sayang, perhatian dari orang-orang yang disayangi dan dicintainya. Hanya saja mereka ditempat yang berbeda, tempat yang lebih mengajarkan pada mereka untuk menjadi pribadi yang lebih tegar, mandiri dan siap memimpin dunia. Dengan kasih sayang dari sesorang Ibu atau Bapak pengasuh sebagai ganti orang tua yang jauh dari mereka. Menjadi seorang pengasuh diusia muda, adalah sebuah pembelajaran bagi Imah.