Hangatnya sinar mentari seolah
membangunkan Rani dari mimpi indahnya. Seperti indah mimpinya, Rani berharap
hari ini akan lebih indah dari hari biasanya, karena tepat 17 tahun
yang lalu di hari yang sama Rani dilahirkan ke dunia ini dan diberi nama Nanda
Maharani. Sejenak Rani merenung dan
berdo’a kepada sang Maha Cinta . Rani memang suka bunga, apalagi coklat tapi
bukan itu yang ingin Rani dapatkan disaat ulang tahunnya. Rani hanya ingin membebaskan hatinya dari
jeratan cinta yang tak pernah tersampaikan.
Sudah 6 tahun hatinya tersiksa karena cinta pertamanya. Rasa perih saat
merindukan little princenya , rasa sakit saat tak mampu mendengar suaranya,
namun hanya bisa melihat selembar foto yang melekat dalam buku dayri.
4 Tahun yang lalu (JULI 2010)
Saat Rani duduk dibangku kelas VII SMP,
Rani adalah seorang yang sangat takut dan benci dengan laki-laki. Rasa takut
dan benci itu muncul karena Ayahnya yang
selalu melampiaskan kemarahannya dengan kekerasan kepada ibu dan keempat saudarinya mekipun tidak melukai
tubuh mereka, tapi sangat melukai hati mereka dan membuat Rani takut dan benci akan laki - laki. Karena rasa takut dan bencinya kepada laki –
laki itulah kebanyakan dari teman Rani
adalah perempuan. Rani tak mampu mendekati laki – laki, setiap melihat laki –
laki seakan akan Rani melihat Ayahnya.
Hampir disetiap pelajaran dibentuk
kelompok belajar, setiap kelompok dibagi rata ada murid laki-laki dan ada murid
perempuan. Kelompok belajar
ditentukan oleh masing – masing guru matapelajaran. Rani masih belum bisa
menata emosinya dimana disaat ia di rumah dengan Ayahnya ataupun dia berada
disekolah . Karena ketakutan dan kebencian Rani selalu bertindak tidak adil
kepada teman laki –lakinya, agar mereka mengundurkan diri dari kelompok. Lama
kelamaan gerak gerik Rani ketahuan oleh Tia teman sekelompoknya Rani dan juga
teman terdekatnya.
“Kali ini aku punya solusi buat kamu
Ran, dan kali ini kamu gak boleh lagi kasar ma dia, aku jamin kamu bakalan
takut atau benci lagi ma dia, dia temenku SD, anaknya pinter, dan baik kok
.” saran Tia
“Terserah kamulah ya, Aku udah
berusaha semampuku untuk tidak takut dan membenci dengan laki-laki, tapi selalu
saja ada alasan untuk aku membenci ataupun takut.” Dengan senyum jadi – jadian
Rani berusaha menahan rasa takut dan bencinya.
Keesokan harinya di kelas 7B dibangku
kelompok 1 nampak kosong 1 kusri …
“ Ran, aku sudah bilang sama Bu
Endang kalo mulai hari ini Maha gabung dengan kelompok kita.” Kata Tia
“Tapi Aku masih takut dan benci ya..”
jawab Rani
“Kamu tenang aja Ran, dokter Tia siap
menyembuhkan rasa takut dan benci Rani, Tia akan selalu disamping Rani.” Jelas
Tia
“Makasih ya udah ngertiin Aku, saat
ini mungkin semua orang menilaiku selalu jahat kepada laki – laki, cuma yang
ngertiin perasaanku. ” kata Rani
“Eh..eh.. tuh Maha datang” seru Tia
sampil menepuk bahu Rani. Rani memang
sudah tidak asing dengan Maha, karena Maha adalah teman sekelasnya juga, hanya
saja beda kelompok.
“Pagi teman - teman” sapa Maha kepada kelompok
1.
“Eh.. Ha, dulu kamu temen SD Tia ya” Tanya
Okta Penasaran kepada Maha.
“Bukan hanya temen SD, dari TK udah sekelas ma
Tia,, eee sekarang SMP sekelas lagi udah gitu sekelompok lagi.” Jawab Maha
sambil menyenggol Tia dengan sikunya seolah – olah mereka reunian.
“Kamu kan dulu suka ma aku makanya
kamu ngikutin aku kemana aja aku pergi !” jawab Tia tidak mau kalah
Rani hanya diam mendengarkan
teman-temanya yang nampaknya mulai akrab denga anggota barunya itu. “ Paling
bentar lagi juga tanya PR, udah ngerjain belum ? penjem doonkkk!” gumam Rani
dalam hati sambil mengoreksi PR B.Indonesia membuat puisi dari Bu Endang
“Ya PRku dari Bu Endang mana, kemaren
kamu pinjem kan?” tanya Maha kepada Tia yang mengundang perhatian Rani.
Ternyata tebakan Rani terhadap Maha salah.
“Pagi anak – anak !” sapa Bu Endang
ketika masuk kelas
“Untuk mengawali pelajaran hari ini,
tugas membuat puisi minggu lalu silahkan dikumpulkan kedepan !” seru Bu Endang.
Satu persatu Bu Endang mengecek tugas
murid – muridnya itu, dan memanggil satu persatu untuk membaca puisi didepan
kelas.
“Maha ! silahkan baca puisimu didepan
!” seru Bu Endang!
“Ya Bu” Jawab Maha
Penantian
Yang Tiada Henti
Malam
yang begitu mnecekam
Tiada
bintang tiada pula bulan
Wahai
langit dimanakah kau sembuyikan mereka
Hanya
ada semilir angin yang mengantar tidurku
Sendiri…..
Berharap
seseorang datang menyelimuti tubuh ini
Berharap
seseorang mencium kening penghantar tidur
Berharap
seseorang mengucapkan “Selamat Malam”
Tapi……
Hanya
bayanganmulah yang selalu
Mengantarku
bertemu mimpi indahku
Sementara
Maha membaca puisi, Rani mulai memperhatikan isi puisi Maha dan nampaknya
memahami isi dari puisi Maha. Seorang anak yang merindukan akan kasih saying
seorang Ibu.
“Bagus
ya puisinya , menjiwai banget bacanya,
tapi aku rada bingung maksud puisinya, Apa sih maksudnya” Tanya Icha
“Tu
maksudnya dia kangen sama Ibuknya” jawab Tia
“Emang
Ibuknya kemana?” Tanya Okta
“Maha
dari kecil tinggal sama Ayahnya dan adik laki – lakinya yang masih kelas 1 SD,
dari kecil Maha ditinggal Ibunya sejak
kelas 5 SD, sejak saat itu Maha menggantikan peran Ibu untuk adiknya.
Menyiapkan sarapan sebelum berangkat, mencuci baju, strika, dan pekerjaan rumah
lainnya. Ayahnya jarang pulang karena ada dinas diluar kota.” Jelas Tia
Rani
semakin terkesan dengan laki – laki yang baru saja bergabung dengan kelompok
belajarnya mendengar cerita Tia.
“Gimana
Ran, untuk yang satu ini apa kamu juga takut dan benci ?” bisik Tia kepada Rani
“Liat
aja nanti, belum ada sehari di kelompok kita.” Jawab Rani
Mahapun
selesai membaca puisinya dan kembali ke bangkunya.
“Waaaahhh
Ha pinter juga kamu bikin puisinya ! pengalaman pribadi yaa ??!” Seru Icha
kepada Maha
“Biasa aja kali, kamu aja yang baru tau..! hehehe” jawab Maha
“Biasa aja kali, kamu aja yang baru tau..! hehehe” jawab Maha
“Ya
iyalah inikan tugas pertama kita bikin puisi” jawab Okta mencoba membela Icha
“Makin
pinter aja kamu Ha..!” Tia memuji Maha
“Emmm
Ran, dari tadi kamu diam aja, kenapa? Sakit ya ?” Tanya Maha kepada Rani.
Maha
mulai penasaran dengan Rani yang sejak tadi hanya diam. Tapi Rani hanya
tersenyum. Sepertinya kali ini hati Rani benar – benar luluh dengan Maha. Ada
begitu getaran yang belum pernah terjadi dalam hatinya. Seakan dia telah
melawan rasa bencinya, yang tersisa hanyalah rasa takutnya. Tapi kali ini
takutnya berbeda dengan sebelumnya. Rani takut kalau ia nanti akan jatuh cinta
dengan Maha. Apa yang harus ia lakukan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar