Sugeng Rawuh

Rabu, 06 Mei 2015

RASA YANG TERTINGGAL Part 1 (ANTARA TAKUT DAN BENCI)


Hangatnya sinar mentari seolah membangunkan Rani dari mimpi indahnya. Seperti indah mimpinya, Rani berharap hari ini akan lebih indah dari hari biasanya, karena tepat  17 tahun yang lalu di hari yang sama Rani dilahirkan ke dunia ini dan diberi nama Nanda Maharani.  Sejenak Rani merenung dan berdo’a kepada sang Maha Cinta . Rani memang suka bunga, apalagi coklat tapi bukan itu yang ingin Rani dapatkan disaat ulang tahunnya.  Rani hanya ingin membebaskan hatinya dari jeratan cinta yang tak pernah tersampaikan.  Sudah 6 tahun hatinya tersiksa karena cinta pertamanya. Rasa perih saat merindukan little princenya , rasa sakit saat tak mampu mendengar suaranya, namun hanya bisa melihat selembar foto yang melekat dalam buku dayri.
4 Tahun yang lalu (JULI 2010)
Saat Rani duduk dibangku kelas VII SMP, Rani adalah seorang yang sangat takut dan benci dengan laki-laki. Rasa takut dan benci itu muncul karena  Ayahnya yang selalu melampiaskan kemarahannya dengan kekerasan  kepada ibu dan  keempat saudarinya mekipun tidak melukai tubuh mereka, tapi sangat melukai hati mereka dan membuat Rani takut  dan benci akan laki - laki.  Karena rasa takut dan bencinya kepada laki – laki  itulah kebanyakan dari teman Rani adalah perempuan. Rani tak mampu mendekati laki – laki, setiap melihat laki – laki seakan akan Rani melihat Ayahnya.
Hampir disetiap pelajaran dibentuk kelompok belajar, setiap kelompok dibagi rata ada murid laki-laki dan ada murid perempuan.      Kelompok belajar ditentukan oleh masing – masing guru matapelajaran. Rani masih belum bisa menata emosinya dimana disaat ia di rumah dengan Ayahnya ataupun dia berada disekolah . Karena ketakutan dan kebencian Rani selalu bertindak tidak adil kepada teman laki –lakinya, agar mereka mengundurkan diri dari kelompok. Lama kelamaan gerak gerik Rani ketahuan oleh Tia teman sekelompoknya Rani dan juga teman terdekatnya.
“Kali ini aku punya solusi buat kamu Ran, dan kali ini kamu gak boleh lagi kasar ma dia, aku jamin kamu bakalan takut atau benci lagi ma dia, dia temenku SD, anaknya pinter, dan baik kok .”  saran Tia
“Terserah kamulah ya, Aku udah berusaha semampuku untuk tidak takut dan membenci dengan laki-laki, tapi selalu saja ada alasan untuk aku membenci ataupun takut.” Dengan senyum jadi – jadian Rani berusaha menahan rasa takut dan bencinya.
Keesokan harinya di kelas 7B dibangku kelompok 1 nampak kosong 1 kusri …
“ Ran, aku sudah bilang sama Bu Endang kalo mulai hari ini Maha gabung dengan kelompok kita.” Kata Tia
“Tapi Aku masih takut dan benci ya..” jawab Rani
“Kamu tenang aja Ran, dokter Tia siap menyembuhkan rasa takut dan benci Rani, Tia akan selalu disamping Rani.” Jelas Tia
“Makasih ya udah ngertiin Aku, saat ini mungkin semua orang menilaiku selalu jahat kepada laki – laki, cuma yang ngertiin perasaanku. ” kata Rani
“Eh..eh.. tuh Maha datang” seru Tia sampil menepuk bahu Rani.  Rani memang sudah tidak asing dengan Maha, karena Maha adalah teman sekelasnya juga, hanya saja beda kelompok.
 “Pagi teman - teman” sapa Maha kepada kelompok 1.
 “Eh.. Ha, dulu kamu temen SD Tia ya” Tanya Okta Penasaran kepada Maha.
 “Bukan hanya temen SD, dari TK udah sekelas ma Tia,, eee sekarang SMP sekelas lagi udah gitu sekelompok lagi.” Jawab Maha sambil menyenggol Tia dengan sikunya seolah – olah mereka reunian.
“Kamu kan dulu suka ma aku makanya kamu ngikutin aku kemana aja aku pergi !” jawab Tia tidak mau kalah
Rani hanya diam mendengarkan teman-temanya yang nampaknya mulai akrab denga anggota barunya itu. “ Paling bentar lagi juga tanya PR, udah ngerjain belum ? penjem doonkkk!” gumam Rani dalam hati sambil mengoreksi PR B.Indonesia membuat puisi dari Bu Endang
“Ya PRku dari Bu Endang mana, kemaren kamu pinjem kan?” tanya Maha kepada Tia yang mengundang perhatian Rani. Ternyata tebakan Rani terhadap Maha salah.
“Pagi anak – anak !” sapa Bu Endang ketika masuk kelas
“Untuk mengawali pelajaran hari ini, tugas membuat puisi minggu lalu silahkan dikumpulkan kedepan !” seru Bu Endang.
Satu persatu Bu Endang mengecek tugas murid – muridnya itu, dan memanggil satu persatu untuk membaca puisi didepan kelas.
“Maha ! silahkan baca puisimu didepan !” seru Bu Endang!
“Ya Bu” Jawab Maha
Penantian Yang Tiada Henti
Malam yang begitu mnecekam
Tiada bintang tiada pula bulan
Wahai langit dimanakah kau sembuyikan mereka
Hanya ada semilir angin yang mengantar tidurku
Sendiri…..
Berharap seseorang datang menyelimuti tubuh ini
Berharap seseorang mencium kening penghantar tidur
Berharap seseorang mengucapkan “Selamat Malam”
Tapi……
Hanya bayanganmulah yang selalu
Mengantarku bertemu mimpi indahku
Sementara Maha membaca puisi, Rani mulai memperhatikan isi puisi Maha dan nampaknya memahami isi dari puisi Maha. Seorang anak yang merindukan akan kasih saying seorang Ibu.
“Bagus ya puisinya  , menjiwai banget bacanya, tapi aku rada bingung maksud puisinya, Apa sih maksudnya” Tanya Icha
“Tu maksudnya dia kangen sama Ibuknya” jawab Tia
“Emang Ibuknya kemana?” Tanya Okta
“Maha dari kecil tinggal sama Ayahnya dan adik laki – lakinya yang masih kelas 1 SD, dari kecil  Maha ditinggal Ibunya sejak kelas 5 SD, sejak saat itu Maha menggantikan peran Ibu untuk adiknya. Menyiapkan sarapan sebelum berangkat, mencuci baju, strika, dan pekerjaan rumah lainnya. Ayahnya jarang pulang karena ada dinas diluar kota.” Jelas Tia
Rani semakin terkesan dengan laki – laki yang baru saja bergabung dengan kelompok belajarnya mendengar cerita Tia.
“Gimana Ran, untuk yang satu ini apa kamu juga takut dan benci ?” bisik Tia kepada Rani
“Liat aja nanti, belum ada sehari di kelompok kita.” Jawab Rani
Mahapun selesai membaca puisinya dan kembali ke bangkunya.
“Waaaahhh Ha pinter juga kamu bikin puisinya ! pengalaman pribadi yaa ??!” Seru Icha kepada Maha
“Biasa aja kali, kamu aja yang baru tau..! hehehe” jawab Maha
“Ya iyalah inikan tugas pertama kita bikin puisi” jawab Okta mencoba membela Icha
“Makin pinter aja kamu Ha..!” Tia memuji Maha
“Emmm Ran, dari tadi kamu diam aja, kenapa? Sakit ya ?” Tanya Maha kepada Rani.
Maha mulai penasaran dengan Rani yang sejak tadi hanya diam. Tapi Rani hanya tersenyum. Sepertinya kali ini hati Rani benar – benar luluh dengan Maha. Ada begitu getaran yang belum pernah terjadi dalam hatinya. Seakan dia telah melawan rasa bencinya, yang tersisa hanyalah rasa takutnya. Tapi kali ini takutnya berbeda dengan sebelumnya. Rani takut kalau ia nanti akan jatuh cinta dengan Maha. Apa yang harus ia lakukan ?


Tidak ada komentar: